Diskusi Publik Tanggung Jawab Iklim Indonesia: Menelaah Target SNDC dan Jalan Menuju Kompatibilitas 1,5 Derajat Celcius
Latar Belakang
COP 28 menghasilkan salah satu keputusan penting mengenai Global Stocktake pertama (GST-1), yang menyatakan bahwa kebijakan serta aksi yang dilakukan oleh negara-negara di dunia masih belum dapat menahan kenaikan rata-rata suhu bumi sebanyak 1,5 derajat Celcius–sejalan dengan Perjanjian Paris. Berdasarkan laporan GST-1, jika setiap negara melaksanakan semua Nationally Determined Contribution (NDC) secara kolektif suhu bumi akan mencapai 2,1 – 2,8°C (UNFCCC, 2023). Sejalan dengan momentum tersebut, negara-negara dunia, termasuk Indonesia, diminta menyerahkan NDC di awal tahun 2025 untuk memetakan rencana pengurangan emisi hingga 2035 (COP21, Dec.1/CP.21). Pemerintah Indonesia, melalui National Focal Point; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), telah mengumumkan bahwa Indonesia akan mengirimkan dokumen Second NDC (SNDC) 2031-2035 pada tahun 2024 sebagai komitmen penurunan emisi Gas Rumah Kaca yang lebih ambisius (KLHK, 2024).
Merujuk pada konsultasi publik mengenai penyusunan SNDC, disampaikan bahwa dokumen tersebut disusun mengacu pada prinsip CBDR-RC atau prinsip tanggung jawab yang sama namun disesuaikan dengan kemampuan masing-masing negara, dan SNDC Indonesia akan selaras dengan scenario 1,5°C Persetujuan Paris (KLHK, 2024). Namun, kajian terbaru dari Climate Action Tracker menilai bahwa, skenario target iklim yang diumumkan belum sesuai untuk membuat Indonesia pada trayektori 1,5°C, sejalan dengan komitmen Perjanjian Paris (CAT, 2024).
Perbedaan penilaian target penurunan emisi antar entitas terjadi akibat pendekatan bottom up yang diadopsi negara-negara dunia di dalam Persetujuan Paris, dimana setiap negara menentukan kontribusi penurunan emisi masing-masing secara sukarela berdasarkan pertimbangan kondisi, kemampuan, serta kewajiban (responsibilities) masing-masing negara tersebut dalam bentuk dokumen-dokumen NDC (UNFCCC, 2015). Kemudian, meskipun laporan IPCC Assessment Report menyebutkan mengenai berapa carbon budget yang masih memungkinkan untuk menjaga suhu bumi di bawah 1,5°C, melalui peninjauan kriteria teknis (perhitungan emisi dan daya dukung bumi), serta kriteria non-teknis (pertimbangan kebijakan dan sosial), angka tersebut bersifat global dan kolektif, tidak terbagi ke tingkat nasional (IPCC, 2023).
Sehingga, meskipun prinsip CBDR-RC memberikan landasan untuk keadilan aksi iklim antar negara, khususnya terkait emisi historis serta kemampuan dan ketersediaan sumber daya, belum ada suatu metodologi atau mekanisme yang menentukan target penurunan emisi untuk masing-masing negara. Berdasarkan fakta-fakta yang telah disebutkan, penentuan angka atau persentase penurunan emisi regional sementara ini masih merupakan proses dinamis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk diskusi dan negosiasi yang terus berlanjut.
Mempertimbangkan hal tersebut, Institute for Essential Services Reform bermaksud mengadakan seminar mengenai “carbon budget Indonesia” bersama pemerintah, sivitas akademika, wadah pemikir, kelompok masyarakat sipil, dan masyarakat luas. Sehingga, dapat dibangun pemahaman mengenai seberapa besar kontribusi Indonesia yang dianggap adil dalam upaya global menahan kenaikan suhu bumi dibawah 1,5 derajat celcius.
Tujuan
Membangun pemahaman bersama mengenai besaran maksimum dan minimum emisi karbon Indonesia hingga 2030 yang harus dicapai, sebagai kontribusi Indonesia dalam upaya penurunan emisi global selaras dengan Persetujuan Paris.
Speakers
-
Arief Rosadi - Climate and Energy Diplomacy Program Manager IESR
-
Delima Ramadhani - Koordinator Proyek Climate Policy IESR
-
Agus Sari - Landscape Indonesia*
-
Retno Gumilang - Pusat Penelitian Kebijakan Keenergian Institut Teknologi Bandung*
-
Jamie Wong - NewClimate Institute*
-
Speaker to be confirm mark *