
Webinar Surya Mengapung Wujudkan Transisi bagi Indonesia: Keekonomian dan Keandalan PLTS Terapung dan Sistem Penyimpanan Energi
Latar Belakang
Dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di sektor energi sebesar 358 juta ton CO2eq dengan usaha sendiri pada tahun 2030. Selaras dengan upaya tersebut, pada CoP26, pemerintah Indonesia menargetkan sektor energi dapat mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Untuk memenuhi komitmen global dalam upaya penurunan emisi di sektor energi, pemerintah Indonesia telah melakukan sebuah langkah konkrit dengan menerbitkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025-2060 yang menjelaskan peta jalan rencana pemerintah mencapai NZE pada tahun 2060. Disebutkan dalam RUKN, bahwa pemerintah memproyeksikan total kapasitas pembangkit listrik terpasang sebesar 443 GW pada tahun 2060, dengan porsi Variable Renewable Energy (VRE) mencapai 41,6%.
Untuk mencapai target tersebut, salah satu strategi dekarbonisasi pada subsektor ketenagalistrikan difokuskan pada peningkatan penetrasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Pada tahun 2030, kapasitas terpasang PLTS ditargetkan mencapai 100 GW, yang terdiri dari atas 80 GW dari PLTS skala utilitas dan 20 GW dari PLTS atap. Meskipun demikian, pengembangan PLTS skala utilitas yang dipasang di atas tanah (ground-mounted) menghadapi tantangan teknis dan spasial, terutama terkait keterbatasan lahan. Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi floating photovoltaic (FPV) atau PLTS terapung berkembang sebagai solusi inovatif untuk menjawab tantangan ini. PLTS terapung dapat diimplementasikan dengan memanfaatkan permukaan waduk, danau, serta perairan buatan sebagai lokasi pemasangan panel surya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa potensi teknis PLTS terapung di seluruh waduk dan bendungan di Indonesia mencapai sekitar 14 GW. Implementasi teknologi ini telah dimulai dengan beroperasinya PLTS Terapung Cirata berkapasitas 145 Megawatt peak (MWp) pada tahun 2024, yang saat ini menjadi PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara. Keberhasilan ini menjadi bukti bahwa PLTS terapung dapat diimplementasikan secara nyata dalam skala utilitas di Indonesia.
Namun, seperti halnya sistem pembangkit listrik tenaga surya lainnya, PLTS terapung juga menghadapi tantangan intermitensi. Untuk mengatasi tantangan ini, integrasi antara PLTS terapung dan sistem penyimpanan energi menjadi solusi yang menjanjikan dan skalabilitas yang tinggi dalam mendukung transisi menuju sistem energi rendah karbon di Indonesia. Ketika dikombinasikan dengan sistem penyimpanan energi, PLTS terapung tidak hanya mampu meredam fluktuasi daya (intermittency), tetapi juga berfungsi sebagai pembangkit yang dapat dikendalikan (dispatchable). Kombinasi ini memungkinkan pemangkasan beban puncak (peak shaving), penundaan investasi besar dalam perluasan infrastruktur jaringan, serta penggantian pembangkit berbasis fosil yang digunakan untuk kebutuhan beban dasar (baseload). Lebih jauh, pendekatan PLTS terapung yang terintegrasi dengan sistem penyimpanan energi membuka peluang bagi sistem kelistrikan Indonesia yang sepenuhnya bebas dari ketergantungan pada energi fosil.
Kerap dianggap membutuhkan biaya investasi yang tinggi, IESR meyakini bahwa jika dibandingkan secara adil, terutama dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tanpa skema subsidi seperti Domestic Market Obligation (DMO), kombinasi PLTS Terapung dan penyimpanan energi justru dapat menjadi opsi yang lebih ekonomis dalam jangka panjang. Untuk itu, IESR menyelenggarakan webinar “Surya Mengapung Wujudkan Transisi bagi Indonesia: Keekonomian dan Keandalan PLTS Terapung dan Sistem Penyimpanan Energi” sebagai ruang diskusi untuk membahas lebih lanjut mengenai implementasi teknologi ini dari segi keekonomian dan keandalan sistem.
Tujuan
Acara ini diselenggarakan dengan tujuan untuk:
- Memaparkan perkembangan keekonomian dari PLTS Terapung yang terintegrasi dengan sistem penyimpanan energi, dibandingkan keekonomian pembangkit berbasis fosil.
- Mengeksplorasi keandalan sistem PLTS Terapung yang terintegrasi dengan sistem penyimpanan energi dalam menjaga kestabilan dan fleksibilitas jaringan ketenagalistrikan nasional.
Speakers
-
Kamia Handayani- Executive Vice President Transisi Energi dan Keberlanjutan PLN
-
Alvin Sisdwinugraha - Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan - IESR
-
Pintoko Aji - Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan - IESR
-
David Silalahi - PhD graduate - The Australian National University
