Gas Rumah Kaca Baru di Kyoto Protokol?

Salah satu hasil dari Durban adalah adanya usulan amandemen untuk Annex A dan Annex B di Kyoto Protokol. Jika Annex B adalah sederetan daftar negara-negara beserta dengan target penurunan emisi di waktu tertentu, maka Annex A adalah daftar gas rumah kaca yang diakui oleh Protokol Kyoto sebagai gas rumah kaca yang paling berbahaya dan signifikan untuk diperhitungkan. Sebuah gas rumah kaca diusulkan untuk menjadi salah satu gas rumah kaca yang patut diperhitungkan, yaitu Nitro Triflorida (NF3).

Nitro Triflorida adalah sebuah senyawa yang memiliki potensi pemanasan global (Global Warming Potential) hingga 17000 kali dari senyawa karbon dioksida yang selalu menjadi pembanding. Nitro Triflorida yang dikatakan memiliki umur tinggal di atmosfir antara 550-740 tahun (Prather, Michael dan Hsu, Juno, 2008) ini digunakan untuk memproduksi beberapa barang seperti televisi LCD, sirkuit komputer, serta solar sel dengan lapisan tipis.

Hasil Durban Sangat Jauh dari Kata ‘Cukup’

Konferensi Para Pihak untuk UNFCCC ke-17 (COP 17) di Durban, Afrika Selatan berakhir sudah. Sebuah proses yang lama (lebih dari 2 minggu) dengan banyak sekali perdebatan, terutama di hari-hari terakhir, mengakibatkan COP 17 harus memperpanjang masa negosiasi hingga lebih dari 20 jam. Walaupun masih banyak perdebatan di sana-sini, akhirnya diambil sebuah keputusan bahwa harus ada sebuah perjanjian legal mengenai perubahan iklim secepat mungkin, namun tidak lebih dari tahun 2015. Untuk mencapai hal tersebut, sebuah kelompok baru akhirnya dibentuk, dengan nama Ad hoc Working Group on the Durban Paltform for Enhanced Action (AWG-DPEA).

Seluruh Negara, termasuk 35 negara-negara industry, setuju akan adanya periode kedua dari Protokol Kyoto, terhitung semenjak tanggal 1 Januari 2013. Walau demikian, masih harus ada kejelasan mengenai jumlah emisi yang harus direduksi, dan selambat-lambatnya harus diserahkan untuk tinjauan di tanggal 1 Mei 2012.

Sebuah paket untuk menunjang Negara-negara berkembang kemudian disepakati. Paket tersebut adalah Green Climate Fund, Adaptation Committee yang dirancang untuk meningkatkan koordinasi kegiatan adaptasi di skala global, serta Mekanisme Teknologi, yang akan beroperasi penuh di tahun 2012.

Di area Green Climate Fund, beberapa Negara sudah memberikan jaminannya untuk menyuntikkan dana ke Green Climate Fund. Sebuah Standing Committee juga telah disepakati untuk dibentuk, dengan fungsi untuk memberikan gambaran mengenai pendanaan iklim dengan konteks UNFCCC, serta memberikan asistensi pada Konferensi Para Pihak (COP). Standing Committee ini memiliki 20 anggota, dengan distribusi anggota yang seimbang antara Negara maju dan Negara berkembang. Begitu pula dengan program kerja untuk pendanaan jangka panjang; juga disepakati. Program kerja ini akan meliputi cara-cara untuk memobilisasi sumber pendanaan.

Untuk Adaptasi, Komite Adaptasi sudah ditetapkan, dimana terdapat 16 anggota yang akan melapor kepada Konferensi Para Pihak (COP) mengenai upaya mereka untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan adaptasi di skala global. Skema ‘loss and damage’ pun juga disepakati di Durban, terutama untuk proteksi terhadap Negara-negara yang paling rentan akan bencana akibat dari peristiwa-peristiwa cuaca ekstrim akibat dari perubahan iklim.

Di sisi teknologi, mekanisme teknologi akan beroperasi penuh di tahun 2012. Kerangka kerja dari operasional Mekanisme tersebut juga telah disepakati – Climate Technology Centre and Network  (CTCN), bersama dengan prosedur yang jelas dalam pemilihan host.

Pihak Pemerintah masing-masing Negara juga setuju di Durban, untuk membentuk sebuah mekanisme pasar yang baru untuk mendampingi Negara-negara maju dalam memenuhi target atau komitmen mereka di bawah Konvensi. Rincian dari mekanisme ini akan dilakukan di tahun 2012.

Walaupun beberapa hasil  menunjukkan positif, namun hasil ini tentu saja belum cukup untuk membatasi kenaikan temperatur bumi sampai dengan 2o C. Masih banyak hal yang harus didorong, terutama di sisi Negara maju, untuk menyelamatkan bumi ini, dan pada saat yang bersamaan, memberikan kesempatan bagi Negara berkembang lainnya untuk membangun. Komitmen penurunan emisi mereka, harus diperjelas.

Lebih dari pada itu, dibutuhkan political will dari masing-masing Negara untuk menerapkan apa pun yang telah disepakati di Durban. Karena jelas saja, hasil Durban sangat jauh dari kata ‘cukup’.

Working Group Baru Dibentuk : AWG-DPEA

Sesuai dengan mandat yang diluncurkan di Bali Action Plan, AWG LCA (Ad hoc Working Group on Long-term Cooperation Action) akan habis masa kerjanya di tahun 2012. Namun tentu saja, ada begitu banyak pekerjaan yang masih harus diselesaikan, untuk menjembatani pekerjaan yang tersisa. Itu sebabnya, sebagai gantinya, Preside COP Afrika Selatan, sesuai dengan persetujuan Negara yang lain membentuk AWG-DPEA (Ad hoc Working Group on Durban Platform on Enhanced Action).

Mandat dari AWG-DPEA adalah untuk merumuskan legal outcome yang kemudian akan menjadi basis negosiasi. Substansi yang akan bahas di working group ini adalah Mitigasi, Adaptasi, dan Transfer Teknologi, transparansi, capacity building, beberapa isu teknikal dan juga yang menyangkut aspek social-ekonomi. Mandat ini akan ada di bawah Konvensi dan berlaku untuk seluruh Negara yang meratifikasi Konvensi; demikian pula legal outcome yang akan dihasilkan.

AWG-DPEA akan mulai dijalankan di pertengahan tahun 2012, dengan masa berlaku selambat-lambatnya sampai pada tahun 2015. Sebagai peralihannya, AWG-LCA diputuskan untuk diperpanjang selama satu tahun, sampai COP 18 berakhir, dimana setelahnya AWG-DPEA akan meneruskannya dan melaporkan hasil kerjanya pada Konferensi Para Pihak (COP).

Dag Dig Dug di Durban

Sampai dengan hari terakhir negosiasi tentang perubahan iklim di Durban, Afrika Selatan masih belum membuahkan hasil, walaupun perundingan telah memasuki waktu tambahan.

Berikut ini perkembangan terakhir negosiasi perubahan iklim di Durban:

  1. 26 Menteri yang mewakili negara industri dan berkembang, kurang berkembang (LDC0 serta negara kepulauan bertemu seja Kamis hingga Jumat (8-9/12) untuk membahas proposal keluaran negosiasi di Durban.
  2. Uni Eropa mengusulkan peta jalan menuju pada kesepakatan yang mengikat untuk pengurangan emisi GRK bagi semua negara setelah tahun 2020.
  3. Menteri Luar Negeri Afrika Selatan mengeluarkan sebuah dokumen yang mengusulkan sebuah proses untuk pembentukan sebuah protocol atau instrumen legal lainnya yang harus selesai selambatnya tahun 2015. Walaupun demikian pertemuan jumat siang ditunda sementara setelah perwakilan 120 negara berkembang yang rentan terhadap perubahan iklim, melakukan protes terhadap usulan teks yang diusulkan oleh pimpinan perundingan (chair) yang dianggap kurang ambisius dan mengikat untuk mengatasi perubahan iklim.
  4. US tetap menolak untuk melakukan penurunan emisi, tanpa adanya tindakan yang sama dari negara-negara pengemisi besar lainnya (China, India, Brasil, Afrika Selatan). China dan India bersikukuh bahwa sangatlah tidak adil memaksa negara berkembang menurunkan emisi GRK seperti negara maju yang telah menyebabkan perubahan iklim.
  5. Para negosiator akan kembali melanjutkan negosiasi pada hari Sabut pk. 8 pagi di Durban, dengan harapan dapat menyepakati sebuah teks yang menjadi dasar kesepakatan negosiasi di Durban.

Apa Kontribusimu untuk Bumi?

Konferensi Para Pihak untuk Konvensi Perubahan Iklim ke-17 di Durban (COP 17 Durban) kini menuju pada akhirnya. Masih belum diketahui, apakah negara maju pada akhirnya akan memberikan komitmen mereka untuk menurunkan emisi sampai dengan akhir dari konferensi ini. Uni Eropa dengan jelas menyatakan komitmen mereka untuk melanjutkan periode kedua dari Protokol Kyoto, dan bersedia menurunkan 30% dari emisi mereka, seperti yang disampaikan oleh Connie Hedegaard pada pembukaan High Level Segment hari Rabu, 7 Desember 2011 yang lalu.

Walau demikian, menurut Emission Gap Report dari UNEP, upaya maksimum penurunan emisi dari negara maju pun belum cukup untuk membatasi kenaikan temperatur hingga 2o C; perlu kontribusi negara-negara berkembang untuk bersama-sama mencapainya. Untuk mencapai penurunan emisi yang diinginkan, tidak akan pernah lepas dari kontribusi individu dalam mengubah pola hidupnya untuk menjadi lebih rendah karbon. Bahkan, laporan keempat dari IPCC di bawah kelompok kerja Mitigasi, mengkonfirmasi kebenaran tersebut.

Bergerak dari fakta-fakta tersebut, IESR kemudian berupaya untuk menggalang masyarakat untuk bersama-sama melakukan sesuatu bagi bumi ini, dengan cara mengubah pola hidup sehari-hari menjadi lebih rendah karbon. IESR berupaya untuk mengumpulkan 1000 komitmen sampai pada akhir Konferensi Para Pihak ini, untuk menunjukkan pada negara-negara lain, bahwa ada 1000 orang dari negara berkembang yang dengan sukarela mau untuk mengubah gaya hidup mereka untuk kepentingan bumi; bukan hanya hari ini, tapi juga untuk generasi yang akan datang. Kampanye ini berjalan selama 2 minggu, dari tanggal 28 November 2011 hingga 11 Desember 2011. Kini IESR melakukan kampanyenya di Margo City, dengan didukung oleh The Body Shop Indonesia dan Yayasan Unilever.

Jika anda peduli dengan masa depan anda, bumi, serta keturunan anda, tunjukkan dengan memberikan komitmen anda untuk mengurangi emisi pribadi anda! Karena pada kenyataannya, walaupun negara maju melakukan upaya maksimum, kita juga harus mengurangi emisi kita untuk menjaga kenaikan temperatur tidak lebih dari  2o C!

Ayo, tunjukkan komitmenmu untuk bumi!

Subsidi Bahan Bakar Fosil : 3 Hal Untuk Di Durban

Saat ECO mendukung komitmen tingkat tinggi yang dibuat oleh G20 dan APEC untuk menghapuskan subsidi bahan bakar fosil, perkembangan kenyataannya sangat lah lambat. Di Durban, Para Pihak memiliki sejumlah kesempatan realistis secara politik untuk melakukan tindak lanjut dari penghapusan subsidi bahan bakar fosil. Menghilangkan subsidi bahan bakar fosil dapat berkontribusi untuk menutup kesenjangan gigaton emisi (Gigatonne gap) serta membantu untuk mencapai penurunan emisi dalam memenuhi target kenaikan temperatur sebesar 2o C, atau bahkan 1.5o C. Subsidi ini juga memberikan negara-negara Annex II dalam konvensi, kesempatan untuk menemukan sumber-sumber pendanaan iklim yang baru.

Dalam beberapa waktu kedepan ini, negara-negara yang terlibat, harus memiliki tiga (3) poin untuk rencana aksi.

  1. Memperkuat pelaporan. Status dari subsidi bahan bakar fosil harus dilaporkan sebagai bagian dari komunikasi nasional (national communication) sebuah negara. Tujuannya adalah untuk meningkatkan transparansi dalam pelaporan ini. Tugas di Durban adalah untuk menyetujui serta merevisi petunjuk mengenai national communication baik bagi negara-negara maju maupun negara-negara berkembang. Tugas di Durban juga untuk menyetujui adanya revisi petunjuk national communication, tepatnya, dan juga untuk meliat adanya kesempatan untuk membicarkan reporting subsidi bahan bakar fosil sebagai bagian dari revisi tersebut. Tentu saja, akan ada sejumlah keuntungan dari merevisi petunjuk tersebut.
  2. Menutup kesenjangan Gigaton (Gigatonne Gap). Subsidi bahan bakar fosil meningkatkan emisi gas rumah kaca. Sebagai bagian dari keputusan di para 36-38 dari Cancun Agreement (Kesepakatan Cancun), negara-negara harus meluncurkan sebuah proses untuk menutup kesenjangan yang ada. Pertimbangan untuk menghilangkan subsidi bahan bakar fosil perlu untuk menjadi bagian dari keluaran tersebut dan harus tetap tercermin dengan jelas di dalam teks.
  3. Pengembangan Sumber-Sumber Pendanaan Iklim.OECD telah mengestimasi bahwa sekitar USD 45 – USD 75 miliar per tahun telah dihabiskan untuk subsidi bahan bakar energi di negara anggotanya masing-masing pada beberapa tahun belakangan, sementara IEA di dalam 2011 World Energy Outlook menunjukkan USD 400 miliar secara global dari sisi subsidi untuk konsumsi. Di waktu krisis finansial datang, sumber-sumber yang ditawarkan, dapatkah penggunaannya digunakan untuk mempromosikan inisiatif-inisiatif yang ramah lingkungan dan juga untuk menekankan akses pada energi untuk semua.

Di Durban, Para Pihak harus sepakat untuk sebuah program kerja sehubungan dengan sumber-sumber yang inovatif di isu pendanaan jangka panjang (long-term finance), yang harus mempertimbangkan adanya alokasi dari subsidi bahan bakar fosil sebagai salah satu sumber yang mungkin.

Ketiga rencana di atas akan menjadi keluaran yang luar biasa bagi Durban, dan yang terpenting, untuk iklim. Para piak, mari kita mulai untuk menghapuskan subsidi bahan bakar fosil.

Terjemahan bebas dari ECO, produksi Climate Action Network

ECO adalah sebuah harian yang terbit pada saat negosiasi internasional mengenai perubahan iklim dilakukan.

Indaba

Apabila anda sering mendengar atau membaca berita mengenai COP 17, anda akan menemukan kata ‘Indaba’ sebagai salah satu proses yang digunakan di COP 17 ini. Indaba merupakan sebuah proses negosiasi yang sengaja diterapkan oleh Presiden COP untuk diberlakukan di dalam sebuah proses pengambilan keputusan.

Indaba berasal dari sebuah kata yang dalam bahasa isiZulu mengacu pada upaya mengumpulkan orang-orang yang ada, dengan tujuan untuk mendiskusikan suatu hal yang sangat penting bagi komunitas. Hal-hal yang umumnya dibahas adalah masalah-masalah yang akan mempengaruhi semua orang yang ada. Metode ini juga digunakan untuk mengatasi setiap tantangan-tantangan yang ada. Indaba bertujuan untuk mendapatkan sebuah pemikiran dan cerita yang sama dimana para peserta dapat membawanya bersama mereka.

Sebuah Indaba yang sukses akan ditunjukkan dengan kedatangan para peserta dengan pikiran yang terbuka, termotivasi dengan semangat dari hal yang sama, mendengarkan satu sama lain untuk menemukan beberapa hal yang akan memberikan keuntungan bagi para masyarakat sebagai satu kesatuan.

Untuk melihat keberhasilan Indaba itu sendiri, sepertinya, baru akan dapat dilihat setelah COP 17 Durban telah berakhir.

Selamat Datang GCF Pledges!

Sebagaimana kita ketahui, salah satu perjuangan di negosiasi perubahan iklim UNFCCC adalah perihal Green Climate Fund. Walau demikian, Green Climate Fund  akan menjadi sia-sia apabila tidak ada dana sedikit pun di dalamnya. Selama beberapa waktu belakangan ini, ECO[1], telah membahas berkali-kali, bahwa donor sangat diperlukan untuk memenuhi pundi pendanaan  ini, terhitung semenjak Durban. Donor tersebut juga seharusnya membuat jaminan awal mereka sehingga dana tersebut dapat dioperasikan secepat mungkin.

Terima kasih untuk Jerman dan Denmark yang telah menjadi dua negara pertama untuk menjawab tantangan tersebut. Bahkan kemarin (Kamis 8 Desember 2011), Jerman memberikan jaminan sebesar 40 juta euro untuk mengisi pundi GCF, dimana Denmark juga berkontribusi sebesar 15 juta euro. Jerman dan Denmark patut mendapatkan pujian untuk tindakan tersebut. Bukan hanya itu saja, mereka nampaknya membuat jaminan ini tanpa ada maksud tersembunyi apapun dibalik inisiatif-inisiatif positif yang biasanya nampak di negosiasi-negosiasi. Perdana Menteri Norwegia pun kemudian menyatakan bahwa Norwegia siap untuk memberikan bantuan dana untuk membantu pengoperasian GCF.

Dengan Jerman, Denmark, dan Norwegia telah membuka jalan, bukankan akan lebih indah lagi jika 20 negara-negara Annex II lainnya juga mengikuti jejak mereka?

Terjemahan bebas dari ECO, produksi Climate Action Network (CAN)

Negosiasi Perubahan Iklim : Pejabat Level Menteri Turun Tangan

Memasuki hari yang kesepuluh, negosiasi perubahan iklim sudah mulai melibatkan para pejabat selevel menteri untuk mengambil keputusan. Setelah para negosiator berupaya untuk menyepakati beberapa hal di Durban, intervensi dari para pejabat selevel menteri pun tetap dibutuhkan; apalagi banyak keputusan yang berhubungan erat dengan isu politik.

Beberapa hal yang disampaikan oleh para Chair dari masing-masing forum SBSTA, SBI, AWG-LCA, dan AWG-KP. Adapun hal-hal yang menurut mereka perlu untuk diputuskan oleh para pejabat selevel menteri adalah :

  1. Mengenai shared vision: dimana adanya kesepakatan untuk menentukan tahun dimana global peaking (of emissions) harus terjadi.
  2. Upaya pengurangan emisi yang harus dilakukan oleh negara-negara maju (developed countries).
  3. Upaya pengurangan emisi yang harus dilakukan oleh negara-negara berkembang (developing countries).
  4. Pendekatan-pendekatan secara sektoral: pertanian contohnya.
  5. Review, tentang bagaimana dan siapa yang akan meninjau perkembangan kegiatan yang ada.
  6. Adaptation committee yang perlu untuk menyepakati komposisi dari komite itu sendiri.

Walau demikian, pada sesi laporan kepada Presiden COP pagi ini, India mengajukan proposal untuk membawa isu pendanaan seperti Green Climate Fund dan long-term finance, kepada forum selevel Menteri.