Melihat Berbagai Kemajuan Transisi Energi di Indonesia

Jakarta, 15 Desember 2023 – Dalam tiga tahun terakhir, terdapat sejumlah kemajuan dalam transisi energi di Indonesia. Sejak 2020, Pemerintah Indonesia mulai memasukkan agenda transisi energi dalam agenda pemerintah.

Dalam peluncuran laporan utama tahunan Indonesia Energy Transition Outlook 2024, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) menekankan kemajuan ini merupakan suatu hal yang penting.

“Dalam 3 tahun terakhir, Indonesia berupaya untuk konsolidasi kebijakan insentif energi terbarukan. Hasilnya belum banyak terlihat, namun isu transisi energi semakin dibicarakan, menjadi isu penting, dan menjadi agenda utama. Tahap selanjutnya, dengan adanya kebijakan yang terkonsolidasi, langkah transisi energi Indonesia dapat lebih cepat,”

Fabby menambahkan dalam menyusun laporan IETO 2024, tim IESR menggunakan empat kerangka untuk menganalisis perkembangan transisi energi di Indonesia meliputi (1) kerangka kebijakan dan regulasi, (2) dukungan pendanaan dan investasi, (3) aplikasi dari teknologi, serta (4) dampak sosial dan dukungan masyarakat.

Dalam kesempatan yang sama, Dadan Kusdiana, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan bahwa konsolidasi yang dilakukan pemerintah saat ini tidak hanya dilakukan dari sisi regulasi, tetapi juga dilakukan dari sisi tekno ekonomi.

“Menurut kami, salah satu kunci suksesnya NZE (net zero emission) di sektor pembangkitan listrik adalah adanya super grid yang menyambungkan pulau-pulau di Indonesia,” kata Dadan.

Capaian dekarbonisasi Indonesia selama tahun 2023, dinilai kurang menggembirakan di mana dalam kurun waktu satu tahun ini penambahan kapasitas energi terbarukan hanya bertambah sekitar 1 GW, jauh dari target RUPTL 2021-2030 yang menetapkan 3,4 GW pada periode yang sama.

Alvin Sisdwinugraha, Analis Sektor Ketenagalistrikan IESR mengungkapkan Indonesia perlu segera berbenah untuk mengejar target dekarbonisasinya, terutama dalam pengembangan proyek energi terbarukan.

“Pemerintah dapat melakukan sejumlah strategi meliputi peninjauan ulang fase persiapan proyek, meningkatkan daya tarik proyek, meningkatkan rantai pasok energi terbarukan dalam negeri, dan segera meningkatkan infrastruktur jaringan ketenagalistrikan.”

Alvin juga menyoroti strategi pengembangan biomassa, yang terkait erat dengan ketersediaan lahan untuk tanaman bahan baku (feedstock). Mengingat ketersediaan lahan yang terbatas, ia mengungkapkan. baik jika penggunaan biomassa difokuskan pada sektor-sektor yang sulit untuk didekarbonisasi (hard-to-abate).

Selain sektor ketenagalistrikan, sektor lain yang mengkonsumsi energi adalah industri dan bangunan. Sektor industri merupakan pemicu peningkatan konsumsi energi yang signifikan di Indonesia, atau sekitar 81%. Pada tahun 2022, terdapat penambahan 5 unit smelter komersil, yang dapat berdampak pada potensi peningkatan konsumsi energi sebanyak 2 kali lipat pada tahun 2023.

Fathin Sabbiha Wismadi, Analis Energi Efisiensi pada Bangunan, IESR, mengungkapkan adanya regulasi yang mengikat akan menjadi salah satu akselerasi efisiensi energi.

“Kita memiliki 6 hal yang dapat berkontribusi untuk menurunkan intensitas energi di Indonesia, pertama, elektrifikasi. Kedua, efisiensi energi, ketiga, regulasi mengenai konsumsi energi dan efisiensi energi, keempat ekosistem dan infrastruktur seperti lokasi pengisian daya, kelima, insentif dan keenam, meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia,” ungkap Fathin.

Dari sisi suplai, pada level sub-nasional, sejumlah daerah di Indonesia telah menyelesaikan Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Anindita Hapsari, Analis Agrikultur, Kehutanan,

Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim IESR menyoroti kebutuhan asistensi pada tiap-tiap daerah dalam mengakselerasi adopsi energi terbarukannya.

“Kemampuan setiap daerah yang berbeda, memerlukan adanya asistensi dalam bentuk  regulasi dan skema, baik finansial dan non finansial,” kata Anin.

Ketersediaan pembiayaan menjadi salah satu isu yang menghambat akselerasi energi terbarukan. Salah satu penyebabnya adalah persepsi investasi energi terbarukan masih terbilang rendah. Martha Jessica, Analis Sosial Ekonomi IESR, menyampaikan investasi pada pembangkit energi terbarukan masih dianggap sebagai investasi berisiko tinggi (high risk).

“Realisasi investasi di renewables juga masih rendah. Tren sangat jauh dari kata ideal di mana tahun ini dan tahun lalu tidak mencapai targetnya, yaitu target investasi sebesar USD 1,8 miliar  pada 2023, namun semester kemarin hanya tercapai  sekitar 30% saja,” katanya.

Sektor ketenagalistrikan merupakan sektor terdepan dalam agenda dekarbonisasi Indonesia, karena sudah memiliki peta jalan dekarbonisasi nya. Meskipun demikian, target di sektor ketenagalistrikan tetap tidak mudah untuk dicapai. 

His Muhammad Bintang, Analis Teknologi Penyimpanan Energi dan Baterai, IESR, menyebutkan setidaknya terdapat tiga hal yang perlu didorong untuk memastikan tercapainya target dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan. 

“Pertama, kita perlu membangun clean energy ecosystem, kedua physical and non-physical infrastructure, dan prioritaskan intervensi yang sudah teruji,” katanya.

Persiapan Transisi Energi di Sumatera Selatan bagi Kaum Muda

Palembang, 5 Desember 2023 – Meningkatnya intensitas bencana hidrometeorologi dalam satu dekade terakhir mengindikasikan perubahan iklim sedang berlangsung saat ini. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, menyebut bahwa di tahun 2023 bumi telah memasuki era pendidihan global (global boiling), di mana bulan Juli 2023 tercatat sebagai hari terpanas sepanjang sejarah.

Perubahan iklim terjadi akibat tingginya emisi gas rumah kaca. Sektor energi termasuk penghasil emisi tertinggi, terutama dengan penggunaan energi fosil seperti batubara. Indonesia merupakan salah satu negara dengan produsen batubara, dengan 80% hasil batubaranya untuk kebutuhan ekspor. Produksi batubara Indonesia terkonsentrasi pada empat provinsi di Indonesia yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, dan Sumatera Selatan. Sumatera Selatan merupakan lumbung pangan dan energi untuk pulau Sumatera. Batubara yang dihasilkan Sumatera Selatan akan digunakan untuk membangkitkan listrik yang memasok seluruh kebutuhan listrik di pulau Sumatera bahkan menurut proyeksi akan mengekspor listrik hingga ke Singapura.

Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR), dalam kuliah umum di Universitas Sriwijaya mengutip survey terkait fenomena perubahan iklim yang sedang terjadi ini, orang muda dengan rentang usia 24-39 tahun memiliki kekhawatiran tinggi terhadap krisis iklim dan dampaknya.

“Transisi energi menjadi suatu upaya sistematis untuk memitigasi dampak krisis iklim yang semakin sering kita rasakan,” ujar Marlistya Citraningrum yang akrab disapa dengan Citra.

Perubahan sistem energi ini juga membawa dampak ikutan lainnya yaitu tumbuhnya kebutuhan tenaga kerja yang memiliki skill dan wawasan keberlanjutan. 

Namun antusiasme anak muda untuk terjun di bidang pekerjaan hijau terbentur beberapa hal, salah satunya masih terbatasnya informasi tentang pekerjaan hijau dan lowongan kerja di bidang pekerjaan hijau. 

“Dalam proses transisi energi, anak-anak muda dapat mengambil peran sesuai dengan keahlian masing-masing, tidak terbatas pada bidang teknik engineering saja. Jurusan sosial seperti ekonomi, hubungan internasional juga dapat berkontribusi pada proses transisi energi,” kata Citra.

Citra menambahkan bahwa saat ini sejumlah tantangan masih dihadapi pengembangan pekerjaan hijau di Indonesia, salah satunya terkait sertifikasi. Saat ini sertifikasi pekerjaan hijau masih terbatas pada sektor teknis yang terkait dengan pembangkitan listrik berbasis energi terbarukan. 

Di sisi lain, pengurangan dan penghentian penggunaan batubara dan beralih ke energi terbarukan akan berdampak pada aspek sosial dan ekonomi di daerah penghasil batubara di Indonesia. Hari Wibawa, Kepala Bidang Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Sumatera Selatan, dalam kesempatan yang sama, mengatakan cadangan batubara di provinsi Sumatera Selatan akan habis dalam 12 tahun, sehingga diversifikasi ekonomi menjadi sangat penting untuk menghindari guncangan ekonomi yang besar saat sektor batubara sudah berhenti.

“Prioritas kami (pemerintah) saat ini adalah integrasi rencana transisi energi ke dalam RPJPD sehingga setiap aksi atau aktivitas sudah memiliki payung legalitas yang kuat,” kata Hari.

Penggunaan Macam Moda Transportasi Indonesia Butuh Dorongan Kuat dari Pemerintah

Dekarbonisasi sektor transportasi Indonesia

Jakarta, 5 Desember 2023 – Sejak tahun 2021 sektor transportasi di Indonesia menduduki peringkat kedua penghasil emisi tertinggi, menggeser industri. Emisi sektor transportasi ini banyak diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar minyak yang menjadi sumber energi utama dari kendaraan. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi, dan rencana pembangunan, diprediksi emisi dari sektor transportasi akan terus meningkat. Sebagai salah satu upaya untuk memperkuat aksi mitigasi perubahan iklim, dekarbonisasi sektor transportasi penting dilakukan.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam webinar Dissemination of Indonesia’s Transportation Decarbonization Roadmap, (5/12) menekankan bahwa untuk memastikan berbagai aksi mitigasi perubahan iklim selaras dengan Persetujuan Paris (Paris Agreement) maka target penurunan emisi harusnya dihitung bukan sekedar berdasarkan persentase namun juga memperhitungkan keselarasan dengan target Paris.

“IESR melakukan pemodelan untuk menemukan kebijakan, dan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk peningkatan aksi mitigasi perubahan iklim Indonesia terutama di sektor transportasi,” kata Fabby.

Rancangan peta jalan dekarbonisasi transportasi ini fokus pada dua skala, yaitu skala nasional dan regional (Jabodetabek).

Analis mobilitas berkelanjutan IESR, Rahmi Puspita Sari menambahkan bahwa penambahan kepemilikan kendaraan pribadi terutama sepeda motor telah menjadi salah satu faktor penyebab naiknya emisi dari sektor transportasi.

“Dengan berbagai jenis demand yang besar dan pemilihan moda masih pada private transport, hal ini berdampak pada emisi gas rumah kaca (GRK) sektor transportasi. Kebanyakan dari emisi GRK berasal dari angkutan penumpang (passenger) (73%), dan dilanjut oleh transportasi darat (27%),” kata Rahmi.

Fauzan Ahmad, anggota Tasrif Modeling Team, yang turut serta mengerjakan pemodelan peta jalan dekarbonisasi transportasi ini memaparkan salah satu temuan utama dari simulasi ini yaitu dalam skema Avoid, Shift, Improve (ASI) yang sudah cukup umum dalam bidang pengelolaan transportasi, terdapat potensi pengurangan emisi hingga 18% dengan menghindari (avoid) adanya perjalanan dengan menerapkan sistem work from home (WFH).

“Sebenarnya hanya 8% dari total pekerja yang dapat melakukan work from home, dari potensi 8% ini saat ini baru sekitar 1% pekerja yang melakukan work from home. Jika potensi ini dimaksimalkan, kita dapat menekan lebih banyak emisi jumlah perjalanan yang dihindari,” kata Fauzan.

Fauzan juga menambahkan pemilihan untuk meninjau pola transportasi di Jabodetabek disebabkan Jabodetabek dinilai sebagai suatu kesatuan area yang saling berinteraksi. 

Arij Ashari Nur Iman, modeller dari Tasrif Modelling Team, menambahkan bahwa dengan kondisi sistem transportasi yang ada saat ini solusi paling efektif untuk dekarbonisasi sektor transportasi adalah dengan membagi beban penumpang kepada berbagai moda (moda share). 

“Kendaraan listrik akan berdampak besar pada tujuan pengurangan emisi namun memerlukan dua kondisi yang harus dicapai untuk berdampak pada skala nasional yaitu meningkatkan sales share kendaraan listrik dan membuat kerangka kebijakan yang mendukung discard rate kendaraan ICE. Pergeseran moda ke kendaraan umum akan menjadi solusi yang sustain dalam konteks penggunaan bahan bakar dan sumber daya namun membutuhkan investasi besar di awal,” terang Arij.

Guru besar teknik sipil Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Taufik Mulyono menyatakan bahwa pemerintah Indonesia masih belum berani untuk membuat kebijakan (transportasi) yang mendorong adanya moda share

“Permasalahan moda share ini harus diatur oleh pemerintah dalam undang-undang, saat ini belum ada undang-undang. Kajian ini baik, karena saat moda share yang lebih advance dirasa sulit dilakukan, maka sama-sama masih transportasi jalan, namun dibagi (share) antar ruang,” katanya.

Agus juga mengingatkan tantangan implementasi jika rekomendasi kajian ini diadopsi dalam bentuk kebijakan atau peraturan.

Senada dengan Agus, Alloysius Joko Purwanto, Komisi Penelitian dan Pengembangan, Dewan Transportasi Kota Jakarta juga menyoroti penggunaan transportasi umum yang harusnya bisa lebih didorong lagi.

“Kebijakan saat ini ada yang berpotensi menimbulkan kontradiksi, seperti kebijakan insentif kendaraan listrik yang di satu sisi berpotensi untuk meningkatkan angka kepemilikan kendaraan pribadi dan berpotensi menambah kemacetan sebab angka discard rate kendaraan ICE masih rendah,” kata Joko.

Penggunaan bahan bakar nabati seperti biofuel juga dimasukkan dalam modeling  peta jalan dekarbonisasi transportasi ini. Edi Wibowo, Direktur Bioenergi, Kementerian ESDM, mengatakan bahwa hasil kajian ini secara garis besar sudah sejalan dengan peta jalan transisi energi Indonesia yang secara umum akan menambahkan kapasitas energi terbarukan pada pembangkit listrik dan sektor-sektor lain pun akan mengikuti untuk transisi ke sistem yang lebih bersih seperti bahan bakar nabati.

“Kami (di kementerian ESDM) terus mengembangkan bahan bakar nabati, saat ini sedang uji terap Biodiesel B40 dan jika prosesnya lancar tahun 2026 akan mulai digunakan. Upaya pengembangan ini sebagai wujud dukungan nyata pada rencana transisi energi Indonesia,” kata Edi.

Gonggomtua E. Sitanggang, Direktur, ITDP Indonesia menekankan pentingnya komunikasi publik untuk membangkitkan kesadaran bagi masyarakat. Ketika masyarakat memiliki kesadaran dan pengetahuan yang cukup tentang pentingnya sistem transportasi rendah emisi, akan lebih mudah pula untuk melibatkan dan menggerakkan mereka untuk perlahan mengurangi ketergantungan pada penggunaan kendaraan pribadi.

“Selain itu, penting juga untuk melihat relasi pemerintah nasional dengan pemerintah daerah, yang perlu digaris bawahi adalah peraturan perundang-undangan kita yang berkaitan dengan otonomi daerah, dimana yang memiliki budget dan otoritas adalah pemerintah daerah, sementara transportasi belum menjadi salah satu KPI (key performance indicator) bagi pemimpin daerah. Akibatnya budget untuk sektor transportasi masih minim,” kata Gonggom.

Webinar Diseminasi Peta Jalan Dekarbonisasi Transportasi Indonesia

Tayangan Tunda


Latar Belakang

Indonesia telah mengesahkan komitmen untuk menjaga suhu global dibawah 1,5 OC yang sejalan dengan Perjanjian Paris melalui peraturan No. 6 tahun 2016. Meskipun pemerintah Indonesia telah menaruh target NDCnya (41% pengurangan emisi di 2030 jika dibandingkan kondisi BAU, dan net-zero emissions di 2060), namun, target tersebut masih tidak cukup untuk memenuhi tujuan Perjanjian Paris. Sektor energi diproyeksi akan mendominasi emisi Indonesia di masa depan. Di samping itu, dari sisi teknis dan ekonomis, sektor energi di Indonesia dapat mencapai nol emisi pada tahun 2050.

Sektor transportasi berkontribusi atas 23% dari total konsumsi energi di Indonesia pada tahun 2021, menggantikan sektor Industri sebagai sektor terbesar yang mengkonsumsi energi sejak tahun 2012. Konsumsi energi oleh sektor transportasi ini didominasi oleh bahan bakar minyak bumi (BBM) seperti bensin, diesel dan avtur. Pada tahun 2017, sektor ini berkontribusi sekitar 26% dari emisi gas rumah kaca (GRK) sektor energi, atau sekitar 147 Juta Ton CO2e. Angka tersebut belum termasuk emisi GRK yang hilang di industri hulu pengolahan minyak, yang berkontribusi sekitar 7% dari emisi GRK yang berhubungan di sektor energi. Pada tahun 2021, moda transportasi darat berkontribusi sekitar 90% dari total emisi sektor transportasi, diikuti sektor transportasi udara dan maritim.

Pemerintah telah melakukan beberapa inisiatif dan kebijakan di sektor transportasi untuk mengurangi emisi, seperti penggunaan biofuel, kendaraan umum (perpindahan moda), dan yang paling baru perpindahan ke kendaraan listrik. Salah satu yang mendorong pemerintah adalah tingginya peningkatan impor BBM yang telah terjadi sejak 2004. Namun, kebijakan tersebut belum dijadikan acuan oleh dokumen perencanaan yang sama (atau biasa disebut peta jalan), dan karena itu, terdapat potensi untuk mengoptimasi usaha dan biaya dalam implementasi inisiatif – inisiatif yang sudah ada dan mempromosikan inisiatif yang baru untuk mendukung dekarbonisasi sektor transportasi. Oleh karena itu pada fokus program ini, IESR saat ini telah melakukan pemodelan roadmap yang dapat memberikan panduan terhadap aspek atau strategi apa yang perlu diprioritaskan untuk secara efektif mengurangi emisi di sektor transportasi, dengan metodologi system dynamics.

Tujuan

Untuk melakukan diseminasi lebih lanjut terkait hasil temuan modelling system dynamics peta jalan peluang dekarbonisasi sektor transportasi struktur model Nasional dan Regional Jabodetabek.

Lebih spesifik diskusi dalam pertemuan ini diharapkan dapat:

  1. Menyebarkan dan berbagi informasi peta jalan dekarbonisasi transportasi Indonesia kepada pemangku kepentingan utama yang relevan, termasuk pembuat kebijakan, pelaku transportasi, asosiasi, dan lembaga penelitian,
  2. Menerima masukan serta memvalidasi peta jalan dekarbonisasi transportasi dari pemangku kepentingan utama terkait,
  3. Membahas kebijakan penting dan dapat ditindaklanjuti yang diperlukan untuk menerapkan peta jalan dekarbonisasi sektor transportasi pada skala nasional & regional,
  4. Identifikasi tantangan masa depan, peluang dan dukungan dari pemangku kepentingan utama yang relevan,

 


Materi Presentasi

Dissemination Webinar on Indonesia’s Transportation Decarbonisation Roadmap: Emission Reduction Projection and Policy Intervention in Modal Share and Electric Vehicles – Rahmi Puspita S, Fauzan Ahmad & Arij Ashari N

Slide-deck-Presenter-Diseminasi-Dekarbonisasi-Transport-5-Oktober-2023-

Unduh

Pemodelan Dinamika Sistem (System Dynamics) Transportasi: Dekarbonisasi – Dr Muhammad Tasrif

Slide-deck-Presenter-Pengantar-Model-Diseminasi-Dekarbonisasi-Transport-5-Oktober-2023

Unduh

Emission Reduction Projection and Policy Intervention in Modal Share and Electric Vehicles – Prof. Dr. Agus Taufik Mulyono

Slide-deck-Penanggap-Prof.-Agus-TM-Diseminasi-Dekarbonisasi-Transport-5-Oktober-2023-

Unduh

Mewujudkan Demokratisasi Energi melalui Energi Surya

Jakarta, 5 Oktober 2023 – Energi menjadi kebutuhan pokok manusia bukan hanya untuk menunjang aktivitas sehari-hari namun yang lebih penting untuk meningkatkan aktivitas produktif. Energi surya merupakan sumber energi terbarukan yang dapat mewujudkan  demokratisasi energi.

Energi surya memenuhi beberapa aspek untuk demokratisasi energi seperti ketersediaan sumber dayanya sepanjang tahun, dan fleksibilitas skala pemasangannya. Untuk tujuan yang lebih mulia, dengan memasang panel surya,  penggunanya ikut berkontribusi pada pengurangan emisi dari sektor energi. Beragam alasan ini menunjukkan bahwa motivasi untuk menggunakan PLTS dapat bervariasi.

Hal ini sejalan dengan temuan survey pasar yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR), yang salah satunya menggali motivasi para responden untuk menggunakan PLTS. Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, dalam Seminar ‘Kebijakan dan Rencana Aksi Energi Surya Sebagai Wujud Komitmen EBT Menuju Indonesia’, Kamis 5 Oktober 2023, menjelaskan bahwa motivasi dapat bervariasi dari satu daerah ke daerah lain.

“Pelaku UMKM di Jawa Tengah memilih PLTS atap karena tertarik dengan penghematannya sehingga uang tagihan listriknya dapat dialokasikan untuk hal lain. Sementara itu, pelaku bisnis di Bali memiliki kesadaran tinggi untuk memelihara harmoni dengan alam. Selain itu, mereka akan mendapatkan branding positif sebagai entitas bisnis yang ramah lingkungan,” kata Marlistya.

Untuk meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan energi surya, perlu diupayakan beberapa hal oleh pemangku kepentingan antara lain pemerintah dalam menciptakan ekosistem pendukung tumbuhnya energi terbarukan.

Tiga hal yang harus diupayakan untuk mendorong partisipasi lebih banyak pihak adalah pertama, regulasi yang jelas dan mendukung serta dikomunikasikan dengan baik sehingga masyarakat mendapatkan informasi terkait aturan PLTS dengan mudah dan tidak simpang siur. Kedua, adanya contoh pengguna dan akses yang mudah pada penyedia layanan; ketiga, memberikan insentif dan perbanyak akses pembiayaan.

Dalam forum yang sama, Dedi Rustandi, Perencana Ahli Madya Koordinator Bidang EBT Kementerian Bappenas menyatakan bahwa capaian energi surya masih di bawah RUPTL.

“Terdapat sejumlah penyebab utama ya antara lain pandemi yang membuat demand listrik tidak tumbuh signifikan, ada ketidakpastian iklim investasi bagi dunia usaha, juga adanya keterlambatan pengadaan proyek (terkait tata kelola),” kata Dedi.

Dedi mengakui bahwa di sisi pemerintah sejumlah kebijakan masih belum efektif berjalan sehingga mengakibatkan belum optimalnya pemanfaatan energi surya di Indonesia.

Harapan Baru di Menamang Kanan

Samarinda, 7 September 2023 – Desa Menamang Kanan terletak di Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara. Dibutuhkan waktu perjalanan sekitar 4 jam dari kota Samarinda via jalan darat untuk mencapai desa ini. Hingga tahun 2022, masyarakat Menamang Kanan menggantungkan akses listriknya pada pembangkit diesel dari program CSR (Corporate Social Responsibilities) suatu perusahaan. Diesel akan menyala dan menjadi sumber penerangan warga selama 4 jam setiap harinya. 

Harapan untuk memiliki akses listrik yang lebih lama dan lebih berkualitas perlahan mulai menemui titik terang di tahun 2022. Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalimantan Timur, desa Menamang Kanan mendapat bantuan PLTS terpusat sebesar 87 kWp. Listrik dari PLTS ini dinikmati oleh 600 kepala keluarga.

Meski sudah memiliki sumber energi lain, sayangnya kualitas listrik yang dihasilkan baru cukup untuk keperluan penerangan dan elektronik sederhana saja. 

“Karena kami kan hanya menghasilkan 700 watt/hari dan itu harus digunakan ramai-ramai, jadi hanya bisa untuk lampu dan kipas angin saja paling. Tidak bisa untuk TV atau masak nasi, apalagi kulkas,” Jelas Zapir, Sekretaris Desa Menamang Kanan.

Zapir. Sekretaris Desa Menamang Kanan
Zapir, Sekretaris Desa Menamang Kanan

Zapir menambahkan, masyarakat Menamang Kanan mengharapkan peningkatan kapasitas listrik yang diterima sehingga masyarakat dapat menggunakan listrik untuk kegiatan lain yang lebih produktif. Tidak terbatas pada penerangan.

Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang masyarakat perlu mendapatkan peningkatan kualitas listrik sebab jika listrik yang diterima berkualitas rendah, masyarakat tidak dapat melakukan kegiatan produktif yang dapat meningkatkan ekonomi. Pembangkit listrik ter-desentralisasi seperti PLTS perlu didorong kapasitasnya untuk menyuplai listrik di daerah pedesaan.

Menurut IESR, pemerintah daerah dapat memanfaatkan kewenangannya dalam pengembangan energi terbarukan yang telah diatur dalam Perpres Nomor 11 Tahun 2023, demi meningkatkan kualitas akses listrik masyarakat. 

“Penambahan kewenangan ini tentunya perlu diikuti dengan inisiatif pemerintah daerah untuk merancang program yang juga menjawab kebutuhan penyediaan akses energi utamanya dengan energi terbarukan setempat. Prinsip desentralisasi energi ini memungkinkan pengupayaan energi mandiri dengan keterlibatan banyak pihak dan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan adanya akses energi berkelanjutan,” jelas Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan, Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam webinar “Transisi Energi dalam Pemerataan Elektrifikasi Nasional” 

Desentralisasi energi dengan pemanfaatan sumber energi terbarukan akan membuka peluang eksplorasi pemanfaatan secara lebih luas dan partisipatif sehingga dapat mempermudah akses listrik dan meningkatkan keandalan kualitasnya.